0
Materi Ushul Fikih kelas X: DHAMAN DAN KAFALAH
A. Daman
1. Pengertian Daman
Daman adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk menjamin pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang atau tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin pelunasan hutangnya.
2. Dasar Hukum Daman
Daman hukumnya boleh dan sah dalam arti diperbolehkan oleh syariat Islam, selama tidak menyangkut kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Firman Allah Swt. :
dapat mengembalikan akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan akan menjamin terhadapnya” (QS. Yusuf [12] : 72).

Sabda Rasulullah Saw. : “Penghutang hendaklah mengembalikan pinjamannya dan penjamin hendaklah membayar” (HR.Abu Dawud dan Turmudzi).
Sabda Rasulullah Saw. :
“Sesungguhnya ada jenazah yang dibawa kehadapan Nabi Saw. lalu para sahabat berkata:”Ya Rasulullah kami mohon jenazah ini dishalatkan!”, Tanya Nabi: “Adakah harta pusaka yang ditinggalkan?”, Jawab sahabat: ”Tidak”, lalu Nabi beranya lagi: ”Apakah ia punya hutang?” jawab sahabat:”Punya, ada tiga dinar,” kemudian Nabi bersabda: ”Shalatkan temanmu itu!”, lantas Abu Qatadah ra. berkata:”Ya Rasulullah, Shalatkanlah ia dan saya yang menjamin hutangnya!” Kemudian Nabi Saw. menshalatkannya.” (HR Bukhari)
3. Syarat dan Rukun Daman
Rukun Daman antara lain :
a. Penjamin (Dāmin).
b. Orang yang dijamin hutangnya (madhmūn ‘anhu).
c. Penagih yang mendapat jaminan (madhmūn lahu).
d. Lafal/ikrar.
Adapun syarat Daman antara lain :
a. Syarat penjamin
1) Dewasa (baligh)
2) Berakal (tidak gila atau waras)
3) Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)
4) Orang yang diperbolehkan membelanjakan harta.
5) Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin.
b. Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum diperbolehkan untuk membelanjakan harta.
c. Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui keberadaannya oleh orang yang menjamin.
d. Syarat harta yang dijamin antara lain:
1) Diketahui jumlahnya
2) Diketahui ukurannya
3) Diketahui kadarnya
4) Diketahui keadaannya
5) Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.
e. Syarat lafal (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang menunjukkan adanya jaminan serta pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutang dan jaminan ini tidak dibatasi oleh sesuatu, baik waktu atau keadaan tertentu.
4. Hikmah Daman
Hikmah Daman sebagai berikut:
a. Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
b. Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
c. Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
d. Menjamin akan mendapat pahala dari Allah Swt.
B. Kafalah
1. Pengertian kafalah
Kafalah menurut bahasa berarti menanggung. Firman Allah Swt. :
 “Dan Dia (Allah) menjadikan Zakaria sebagai penjamin (Maryam)” (QS. Maryam [19]:37).
Menurut istilah arti kafalah adalah menanggung atau menjamin seseorang untuk dapat dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada saat dan tempat yang ditentukan.
2. Dasar Hukum kafalah
Para fuqaha’ bersepakat tentang bedanya kafalah dan masalah ini telah dipraktekkan umat Islam hingga kini.
Firman Allah Swt. :
kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, Bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali” (QS. Yusuf [12]:66).
Sabda Rasulullah Saw. :
“Penjamin adalah orang yang berkewajiban membayar” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
3. Syarat dan Rukun Kafalah
Rukun kafalah sebagai berikut:
a. Kafīl, yaitu orang berkewajiban menanggung
b. Aṣīl, yaitu orang yang hutang atau orang yang ditanggung akan kewajibannya
c. Makfūl Lahu, yaitu orang yang menghutangkannya
d. Makfūl Bihi, yaitu orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang ihwalnya ditanggung (makfūl ‘anhu).
Adapun Syarat kafalah adalah sebagai berikut:
a. Syarat kafīl adalah baligh, berakal, orang yang diperbolehkan menggunakan hartanya secara hukum, tidak dipaksa (rela dengan kafalah).
b. Ashīl tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran dan kerelaannya, tetapi siapa saja dapat ditanggung (dijamin oleh kafīl).
c. Makfūl Lahu disyaratkan dikenal oleh kafīl (orang yang menjamin).
d. Makfūl Bihi disyaratkan diketahui jenis, jumlah, kadar atau pekerjaan atau segala sesuatu yang menjadi hal yang ditanggung/dijamin.
Menurut Madzhab Hanafi dan sebagian pengikut Madzhab Hambali bahwa kafalah boleh bersifat tanjīz, ta’līq dan boleh juga tauqīt. Namun madzhab Syafi’i tidak membolehkan adanya kafalah ta’līq.
Kafalah tanjīz adalah menanggung sesuatu yang dijelaskan keadaannya, seperti ucapan si kafīl: “Aku menjamin si anu sekarang”, Kafalah ta’līq adalah kafalah atau menjamin seseorang yang dikaitkan dengan sesuatu keadaan bila terjadi. Misal perkataan si kafīl:”Aku akan menjamin hutang-hutangmu bila hari ini tidak turun hujan”. “maksudnya bila hujan tidak turun aku jadi menjamin hutang-hutangmu, namun bila turun aku tidak jadi menjamin”. Sedangkan kafalah tauqīt adalah kafalah untuk menjamin terhadap sesuatu tanggungan yang dikuatkan oleh suatu keadaan tertentu atau dipastikan dengan sungguh-sungguh bahwa dia betul-betul akan menjamin dari suatu tanggungan itu.
4. Macam-macam kafalah
Kafalah terbagi menjadi dua macam, yaitu kafalah jiwa dan kafalah harta. Kafalah jiwa dikenal pula dengan sebutan Dammul wajhi (tanggungan muka), yaitu adanya kewajiban bagi penanggung untuk menghadirkan orang yang ditanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makfūl lahu). Seperti ucapan: ”Aku jamin dapat mendatangkan Ahmad dalam persidangan nanti”. Ketentuan ini boleh selama menyangkut hak manusia, namun bila sudah berkaitan dengan hak-hak Allah tidak sah kafalah, seperti menanggung /mengganti dari had zina, mencuri dan qiṣaṣ.
Sabda Rasulullah Saw.: “Tidak ada kafalah dalam masalah had” (HR. Baihaqi).
Kafalah harta adalah kewajiban yang harus dipenuhi kafil dalam pemenuhan berupa harta.
5. Berakhirnya kafalah
Kafalah berakhir apabila kewajiban dari penanggung sudah dilaksanakan dengan baik atau si makfūl lahu membatalkan akad kafalah karena merelakannya.
6. Hikmah kafalah
Adapun hikmah yang dapat diambil dari kafalah adalah sebagai berikut:
a. Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.
b. Orang yang dijamin (ashīl) terhindar dari perasaan malu dan tercela.
c. Makfūl lahu akan terhindar dari unsur penipuan.
d. Kafīl akan mendapatkan pahala dari Allah Swt. Karena telah menolong orang lain.

LATIHAN

Untuk soal latihan silakan klik disini
Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

 
Top